Text
Skripsi Hubungan Antara Intensitas Latihan Fisik Dengan Tingkat Stres Pada Mahasiswa Universitas Yatsi Madani
Latar Belakang : Stres merupakan perasaan ketika seseorang tidak mampu menghadapi
suatu masalah, kelompok manusia yang berisiko tinggi mengalami stres
adalah mahasiswa, stres yang dialami mahasiswa disebut dengan stres
akademik (Raj & Sabita, 2021). Stres akademik suatu keadaan individu
dimana terdapat terlalu banyak tekanan dan tuntutan, khawatir dengan ujian
dan tugas kuliah sehingga tidak dapat mengelola tugas akademik dengan baik
disebabkan jadwal yang terlalu sibuk (Dixit, 2020). Stres akademik merujuk
pada perasaan tekanan yang dialami siswa yang ditandai dengan berbagai
reaksi fisik dan emosional karena tuntutan akademik dari profesor, orang tua,
dan kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu.(Djoar & Anggarani,
2024)
Adapun faktor yang berpengaruh terhadap stres pada mahasiswa ada dua.
Pertama, faktor internal (faktor dari dalam) dan kedua, faktor eksternal
(faktor dari luar), yang termasuk dalam faktor internal yaitu pengaruh dari
persepsi diri sendiri serta intelegensi pada mahasiwa. Adapun faktor
eksternalnya berupa tugas kuliah, interaksi mahasiswa dengan lingkungan
sosialnya, faktor keluarga dan sebagainya. Selain itu, persaingan dengan
teman sebaya dan kekhawatiran terkait dengan kinerja atau prestasi akademis
atau takut gagal merupakan faktor dari stres akademik.(Finamore et al., 2021)
Menurut World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar
350 juta orang di dunia mengalami stres. Prevalensi kasus berat di seluruh
dunia sebesar 38,91%, di Asia sebesar 61,3 % , dan di Indonesia stres berat
sebesar 71,6 %. Seluruh pemimpin negara-negara di dunia yang hadir pada
Majelis Kesehatan Dunia yang diadakan pada bulan Mei 2021 sepakat akan
pentingnya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas di
semua tingkat, dan ada berbagai inisiatif baru yang dilakukan beberapa
2
negara untuk menyediakan pelayanan kesehatan jiwa bagi
masyarakatnya.(World Health Organization, 2020)
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, terdapat lebih dari 19
juta penduduk Indonesia usia lebih dari 15 tahun memiliki gangguan mental
emosional. Selain itu, sebanyak lebih dari 12 juta penduduk dengan rentang
usia sama diketahui mengalami depresi. Gangguan mental seperti ini dapat
menjadikan penderita melakukan aksi nekat seperti bunuh diri. Data tingkat
depresi antar negara 2023 yang dimuat laman World Population Review
menyebutkan, Ukraina menjadi urutan pertama sebagai negara dengan
penduduk terdepresi sebanyak 2.800.587 kasus atau sebesar 6,3 persen dari
jumlah penduduk. Urutan kedua ditempati Amerika Serikat dengan
17,491,047 kasus (5,9 persen) dan disusul Estonia 75.667 kasus (5,9 persen).
Ada pun Indonesia ditemukan 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7
persen. Disisi lain, jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bisa bertambah
sampai lebih dari 3 juta jiwa yang kini sudah menyentuh total 278.16.661
jiwa. Kemungkinan angka penduduk depresi akan jauh lebih besar lagi.
(Riskesdas 2018)
Menurut survey baru dari Asia Insurance Review pada desember 2021
Warga Singapura (81%) dan Filipina (78%) menduduki peringkat teratas
orang-orang yang paling stres di enam negara Asia Tenggara. Singapura dan
Filipina diikuti oleh Malaysia (61%), Thailand (59%), Indonesia (51%) dan
Vietnam (42%) dimana para responden setuju bahwa tinggal di negara
masyarakat menimbulkan stres. Survei tersebut mengungkapkan bahwa orang
tidak mencari bantuan ketika menghadapi stres yang luar biasa terutama
karena masyarakat tidak ingin membebani orang lain di sekitar masyarakat,
dan masyarakat juga tidak tahu apa yang bisa dilakukan orang lain untuk
membantu masyarakat. Selain itu, stres seolah-olah dianggap sebagai masalah
pribadi yang bisa diatasi sendiri hanya dengan kemauan keras.(Mustofa,
2021)
3
Pravelensi di Provinsi Banten, terdapat 5,1% penderita gangguan jiwa dan
emosi, jumlah tersebut meningkat sebesar 16%. Sedangkan di Kota
Tangerang sebanyak 1,8% penduduknya menderita gangguan jiwa dan
emosional. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner
individu pada anggota rumah tangga berusia ≥15 tahun dan tidak diwakili
terhadap kejadian dua minggu terakhir untuk depresi, dan satu bulan terakhir
untuk kesehatan mental emosional. Prevalensi depresi adalah jumlah ART
(Anggota Rumah Tangga) umur ≥ 15 tahun yang saat ini mengalami
gangguan depresi menurut MINI (Mini International Neuropsychiatric
Interview) dibagi dengan jumlah seluruh ART berumur ≥15 tahun dikali 100.
(Riskesdas Banten, 2018)
Berdasarkan jenis, waktu, dan tingkat keparahan stimulus yang diterapkan,
stres dapat menimbulkan berbagai dampak pada tubuh mulai dari perubahan
homeostatis hingga efek yang mengancam jiwa dan kematian. Banyak kasus,
komplikasi patofisiologis penyakit muncul akibat stres dan subjek yang
terpapar stres, misalnya masyarakat yang tinggal di lingkungan yang penuh
stres, mempunyai kemungkinan lebih tinggi terkena berbagai gangguan. Stres
dapat menjadi faktor pemicu atau memperburuk banyak penyakit dan kondisi
patologis. Efek akhir dari stres pada kognisi adalah penurunan kognisi,
sehingga dikatakan bahwa setiap langkah perilaku yang dilakukan untuk
mengurangi stres akan meningkatkan kognisi.(Yaribeygi et al., 2020)
Secara umum, ada berbagai strategi untuk mengatasi stres pada
mahasiswa. Solusi dari pemerintah terkait dengan stres akademik yang
banyak dialami oleh mahasiswa, dapat melakukan hal-hal sederhana yang
bisa mencegah dan mengurangi tingkat stres diantaranya seperti olahraga atau
latihan fisik, istirahat yang cukup, melakukan hobi yang disukai dan harus
tetap bersosialisasi meskipun secara virtual dan pemberian kuota internet
kepada setiap mahasiswa. Upaya manajemen stres ini dilakukan untuk
membantu mengurangi dampak negatif stress, metode terbaik untuk
mengelola syaratnya dengan rutin melakukan intensitas latihan fisikseperti
4
olahraga. Berolahraga secara teratur adalah cara yang paling sehat untuk
mengurangi terjadinya stres.(Elizabeth Scott, 2021)
Latihan fisik mempunyai berbagai macam cara dan ciri khas. Dimasa lalu,
karena lingkungan geografis, perkembangan ekonomi, dan keterbatasan
konseptual, latihan fisik hanya dilakukan terbatas pada orang yang sudah
dikenal. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan masyarakat, latihan
fisik telah sepenuhnya mendobrak konsep tradisional, dan cara olahraga yang
penuh warna telah meletakkan dasar yang kokoh untuk membangun sikap
generasi muda yang kuat dan maju serta meningkatkan kemampuan
masyarakat melawan stres dalam hidup.(License, 2023)
Meski latihan fisik diyakini bermanfaat bagi kesehatan, namun
prevalensinya masih cukup rendah, terutama di wilayah Amerika dan
Mediterania Timur. Kedua wilayah ini, hampir 50% wanita tidak cukup aktif,
sedangkan prevalensi untuk pria adalah 40% di Amerika dan 36% di
Mediterania Timur. Pada wilayah Asia Tenggara menunjukkan persentase
terendah, 15% untuk pria dan 19% untuk wanita, (World Health
Organization, 2020). Latihan fisik di Indonesia menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018 masih sangat kurang yaitu
SKR00740 | SKR/FK 2024 20217007 | Tersedia - Tidak Dapat Dipinjam |
Tidak tersedia versi lain