Text
Skripsi Hubungan Antara Mutu Pelayanan Keperawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rsud Kabupaten Tangerang
Latar Belakang : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
mendefinisikan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang
memberikan perawatan kesehatan individual secara komprehensif,
termasuk layanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI, 2009).
Rumah sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas
pelayanannya, tidak hanya melalui pembaruan infrastruktur dan peralatan
medis, tetapi juga dengan peningkatan profesionalisme seluruh staf (Zaleha
et al., 2022).
Rumah sakit kini telah beralih fungsi menjadi pusat layanan
kesehatan masyarakat, melayani kebutuhan kesehatan 30.000-50.000
individu per tahun. Sebagai komponen krusial dalam sistem kesehatan
masyarakat, rumah sakit memainkan peran krusial tidak hanya dalam
penyediaan layanan medis, tetapi juga dalam upaya edukasi kesehatan
kepada publik (Kemenkes, 2017 dalam Rahmiati, 2020). Berbagai jenis
fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, tersebar di
berbagai wilayah dan berkontribusi signifikan dalam upaya mewujudkan
masyarakat yang sehat (Anggraini et al., 2021).
Instansi kesehatan seperti rumah sakit, menawarkan layanan
kesehatan yang holistik, mencakup perawatan medis, layanan penunjang
medis, keperawatan, serta program pemulihan, pencegahan, dan promosi
kesehatan. Rumah sakit juga ikut serta dalam kemajuan ilmu dan teknologi
kesehatan untuk mengoptimalkan pelayanan pasien, serta menjamin
keselamatan dan kenyamanan pasien dengan meminimalisir potensi risiko
dan gangguan kesehatan (Kartikasari, 2019).
Rumah sakit diminta untuk menyediakan layanan kesehatan yang
paling efektif, termasuk pelayanan keperawatan sebagai salah satu layanan
2
utama yang diberikan kepada pasien. Sebagai komponen penting sistem
kesehatan masyarakat, rumah sakit diharapkan menyediakan layanan
kesehatan berkualitas tinggi. Pihak manajemen rumah sakit memiliki
tanggung jawab untuk mempertimbangkan berbagai faktor kritis dalam
upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan yang unggul (Lestari et al.,
2022).
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan merupakan aspek
krusial bagi penyedia layanan kesehatan. Pencapaian ini dapat diraih dengan
memberikan layanan yang optimal dan berkualitas tinggi kepada pasien.
Mutu pelayanan keperawatan dinilai melalui penyediaan layanan yang
komprehensif, berkelanjutan, dan terdokumentasi dengan baik. Pelayanan
keperawatan berperan penting dalam menentukan kepuasan pasien saat
mereka mengunjungi rumah sakit (Layli, 2023). Evaluasi mutu pelayanan
keperawatan didasarkan pada 5 dimensi utama: reliability, responsiveness,
assurance, emphaty, dan tangibles. Kelima aspek ini memainkan peran
penting dalam menilai kualitas asuhan keperawatan dan berpotensi besar
memengaruhi pengalaman pasien selama menjalani perawatan di fasilitas
kesehatan (Effendi, 2020).
Kepuasan pasien adalah bagian krusial dalam konteks pelayanan
keperawatan, karena mencerminkan evaluasi subjektif dari pengalaman
pelayanan yang diterima. Tingkat kepuasan pasien sangat bergantung pada
sejauh mana layanan yang diterima memenuhi atau bahkan melampaui
ekspektasi pasien. Kepuasan pasien tidak hanya berkaitan dengan aspek
medis, tetapi juga melibatkan pengalaman keseluruhan selama berinteraksi
dengan tenaga kesehatan dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Pasien
yang puas cenderung lebih mungkin untuk kembali ke fasilitas kesehatan
yang sama, yang berpotensi memperbaiki kualitas perawatan jangka
panjang dan reputasi institusi kesehatan. Karena itu, memastikan tingkat
kepuasan pasien yang tinggi merupakan salah satu indikator penting dalam
mengevaluasi efektivitas dan keberhasilan pelaksanaan layanan kesehatan
secara keseluruhan (Layli, 2023).
3
Sebaliknya, ketidakpuasan pasien sering kali bersumber dari
layanan yang kurang profesional dari perawat. Perawat memiliki peran
krusial dalam menyediakan perawatan berkualitas selama 24 jam, dan
dituntut untuk terus mengevaluasi serta meningkatkan kualitas layanan
mereka agar efektif dan sesuai standar. Penting bagi perawat untuk tidak
hanya fokus pada aspek teknis medis, tetapi juga mengembangkan
keterampilan komunikasi dan empati terhadap kebutuhan pasien. Hal ini
akan membantu memastikan bahwa pasien merasa diperhatikan, dihargai,
dan dilibatkan dalam proses perawatan, yang pada gilirannya akan
meningkatkan tingkat kepuasan pasien secara keseluruhan (Sesrianty,
2024).
Adapun korelasi antara kepuasan pasien dengan model teori
kepuasan yang dirumuskan oleh Oliver (1980) yaitu The Expectancy
Disconfirmation Theory. Berdasarkan teori tersebut, kepuasan pasien
merupakan hasil evaluasi terhadap layanan yang diterima dibandingkan
dengan harapan mereka. Jika pelayanan yang diberikan tidak memenuhi
ekspektasi pasien, maka akan timbul ketidakpuasan. Sebaliknya, jika pasien
merasa puas dengan layanan yang diterima, mereka akan merasakan
kesenangan dan kepuasan (Nursiva, 2021).
Kesan pertama saat pasien memasuki fasilitas kesehatan sangat
memengaruhi tingkat kepuasan mereka terhadap pelayanan keperawatan.
Sebagai contoh, dalam memberikan tindakan keperawatan, perawat dituntut
untuk bersikap responsif, efisien, dan ramah terhadap pasien (Ryandini &
Hakim, 2019). Tidak sedikit warga negara Indonesia memilih untuk berobat
di luar negeri, yang menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia. Ketidakpuasan terhadap layanan dalam
negeri mendorong pencarian perawatan di luar negeri (Herkunto, 2009
dalam Rahayu & Usman, 2019). Faktor-faktor seperti kualitas pelayanan,
harga, aspek emosional, fasilitas, dan komunikasi menjadi pertimbangan
utama (Nursalam, 2014 dalam Rahayu & Usman, 2019).
Menurut hasil penelitian Anjaryani (2019) dalam Casmira et al.,
4
(2022) mengungkapkan bahwa ketidakpuasan pasien sering terkait dengan
sikap dan perilaku tenaga kesehatan, termasuk komunikasi buruk,
kurangnya perhatian terhadap keluhan, minimnya empati, dan
ketidakprofesionalan.
Berdasarkan hasil pra survei penelitian Fauziah (2020), yang
mewawancarai 10 pasien di RSUD Kabupaten Tangerang, data
menunjukkan bahwa dari 10 pasien yang diwawancarai yaitu 7 pasien yang
merasa tidak puas terhadap pelayanan keperawatan dan 3 pasien lainnya
merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit. Sebanyak 7 pasien merasa
tidak puas, 2 diantaranya mengeluhkan buruknya komunikasi antara
perawat dan keluarga pasien saat memberikan informasi prosedur
pengobatan kepada pasien pasca operasi. Komunikasi yang tidak efektif
dapat menyebabkan kebingungan atau ketidakpastian pada pasien dan
keluarganya, serta ketidakramahan perawat (Fauziah, 2020).
Salah satu rumah sakit yang berlokasi di Kabupaten Tangerang
adalah RSUD Kabupaten Tangerang, yang merupakan salah satu fasilitas
kesehatan utama di wilayah Tangerang, dengan tingkat kunjungan pasien
yang tinggi. Kondisi ini menuntut penanganan kasus kesehatan yang efisien
dan bermutu. Penting untuk memastikan bahwa intensitas kunjungan yang
tinggi diimbangi dengan mutu pelayanan keperawatan yang optimal.
Berdasarkan hasil pra-survei yang ditemukan oleh peneliti di RSUD
Kabupaten Tangerang, didapatkan data bahwa kepuasan pasien di seluruh
ruang rawat inap pada Triwulan 1 Tahun 2024 mencapai 83,76%. Data ini
mencerminkan mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit dan
menjadi dasar untuk melakukan perbaikan lebih lanjut.
Adanya konteks permasalahan di atas, ketidakpuasan pasien sering
dikaitkan dengan pelayanan perawat yang dinilai kurang profesional. Hal
ini mendorong minat peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang ""Hubungan antara Mutu Pelayanan Keperawatan dengan Tingkat
Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Tangerang"".
SKR00734 | SKR/FK 2024 20217106 | Tersedia - Tidak Dapat Dipinjam |
Tidak tersedia versi lain