Text
Skripsi Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Video Animasi Terhadap Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Sdn Rancabuaya 1 Kecamatan Jambe Kabupaten Tangerang 2024
Latar Belakang : Demam berdarah dengue (DBD) adalah sebuah kondisi medis yang sering
dijumpai di wilayah tropis dan salah satu penyakit yang dapat menular. Penyakit
akut ini menular disebabkan oleh gigitan nyamuk, dimana gigitan nyamuk ini
dapat menyebarkan virus dengue dari satu individu ke individu lainnya (Ni
Ketut Kardiyudiyani dkk, 2019). Nyamuk betina Aedes albopictus dan Aedes
aegypti adalah vektor utama yang membawa virus dengue tersebut. Namun, di
Indonesia pembawa virus dengue (vector) yang banyak dijumpai yaitu nyamuk
betina Aedes aegypti di bandingkan nyamuk betina Aedes albopictus
(Handrawan Nadesul, 2016).
Demam berdarah telah menjadi masalah serius yang dapat mengancam
kesehatan (Hasan Husin dkk, 2024). Penderita penyakit ini cenderung
meningkat dan penyebarannya sangat luas serta dapat mengancam jiwa manusia
jika tidak ditangani dengan serius (Khairul Purqon dkk, 2024). Adapun gejala
klinis yang ditimbulkan virus dengue beragam, dari gejala yang terberat yaitu
DSS (Dengue Shock Syndrome) atau demam dengue dengan diikuti renjatan,
kemudian DBD (Demam Berdarah Dengue) dan DD (Demam Dengue) yang
memiliki gejala paling ringan diantara yang lain (Ni Ketut Kardiyudiyani dkk,
2019).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 melaporkan bahwa
selama 2 dekade terakhir telah terjadi peningkatan 8 kali lipat kasus demam
berdarah. Pada tahun 2000, jumlah kasus demam berdarah mencapai 505.430,
kemudian pada tahun 2010 naik menjadi 2,4 juta kasus dan pada tahun 2019
mencatat lebih dari 5,2 juta kasus. Bhatt et al (2013) mengatakan terdapat 390
juta kasus demam berdarah yang diperkirakan setiap tahunnya dan 96 juta kasus
diantaranya memiliki gejala klinis dengan tingkat keparahan yang beragam
(Kemenkes RI, 2023). Di wilayah WHO atau lebih dari 100 negara, penyakit
demam berdarah ini sudah menjadi endemik. Adapun negara yang mengalami
2
dampak paling parah yaitu wilayah Pasifik Barat, Amerika dan Asia Tenggara.
Wilayah Asia dengan angka tertinggi terkena dampak sekitar 70% mewakili
beban penyakit global (WHO, 2023).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan
kasus demam berdarah di Indonesia mencapai 73.518 pada tahun 2021, dengan
705 kematian. Pada tahun 2022, jumlah kasus meningkat sekitar dua kali lipat
menjadi 142.297 kasus, dengan 1.227 kematian. Pada tahun 2023, tercatat
114.435 kasus dengan 894 kematian. Pada minggu ke-8 tahun 2024, terdapat
15.977 kasus dengan 124 kematian. Dalam tiga tahun terakhir Indonesia masih
mengalami kenaikan kasus demam berdarah dan juga kenaikan angka kematian
akibat demam berdarah terutama pada tahun 2022.
Menurut data sebaran kasus DBD per provinsi di Indonesia tahun 2020,
Provinsi Banten terdapat di urutan ke 12 provinsi dengan kasus DBD tertinggi
dengan jumlah 2.910 kasus (Kemenkes RI, 2021). Menurut dataset open data
Banten pada 2021, kasus demam berdarah tetap menjadi isu signifikan di
Provinsi Banten dengan tercatatnya 21.219 kasus. Ati Pamudhi Astusti Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Banten mengatakan awal tahun 2024 demam
berdarah dengue (DBD) mewabah di Provinsi Banten dengan 1.619 kasus.
Kasus paling banyak terjadi di Kabupaten Tangerang, di mana wilayah
Tangerang termasuk dalam lima kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD
tertinggi, mencatat 640 kasus. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang,
dr. Achmad Muclish mengatakan telah tercatat 1.200 kasus pada akhir bulan
Febuari 2024, bahkan terdapat 4 angka kematian yang terjadi di wilayah
Panongan, Jambe dan Cikupa (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2024).
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar mengenai kesehatan
dengan tujuan peningkatan kearah positif dalam pemeliharaan dan peningkatan
lingkungan dengan cara merubah atau mempertahankan perilaku hidup sehat
baik individu, kelompok atau masyarakat (Christina Magdalena T. Bolon,
2021). Tujuan pendidikan kesehatan sebagaimana tercantum dalam UU
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 adalah agar individu, masyarakat atau kelompok
dapat lebih memelihara dan meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan
3
sosialnya. Sehingga bermanfaat bagi masyarakat, perekonomian dan
pencegahan penyakit menular di samping program kesehatan lainnya.
Pengetahuan merupakan aspek penting dalam melakukan pencegahan
penyakit, dimana pengetahuan sangat mempengaruhi tindakan masyarakat atau
individu dibidang kesehatan (Yulia M. Nur dkk, 2020). Tindakan individu atau
masyarakat yang tidak sehat dan tidak memperhatikan lingkungan sangat
mempengaruhi kenaikan kasus DBD dikarenakan memberikan nyamuk Aedes
aegypti kesempatan untuk berkembang biak dengan baik. Selain itu, faktor
penyebab kasus DBD tinggi juga dapat disebabkan oleh tidak adanya informasi
dari daerah setempat mengenai penemuan dini dan tanda-tanda atau efek
samping dari resiko DBD (Dhea Anestia dkk, 2023). Maka dari itu, sangat
diperlukannya pengetahuan guna terlaksananya upaya-upaya pencegahan untuk
menurunkan resiko kejadian DBD. Adapun di Indonesia, pencegahan demam
berdarah dengue (DBD) masih mengandalkan upaya 3M plus atau biasa disebut
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), 3M plus adalah rutinitas tindakan yang
melibatkan mengosongkan atau menguras tempat penampungan air, menutup
semua tempat penampungan air dengan aman dan mendaur ulang barang-
barang bekas untuk membasmi jentik dan mencegah gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Kemenkes RI, 2019).
Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan di tempat yang berpotensi
penyebaran DBD, khususnya public area yang berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya individu dari berbagai macam tempat, antara lain sekolah
puskesmas, pasar, tempat ibadah dan lain-lain (Widya Ifka, dkk., 2021).
Menurut penelitian Kholifah dan Yudhastuti (2016), sekolah merupakan lokasi
yang berpotensi untuk penularan demam berdarah dengue (DBD), karena
nyamuk Aedes aegypti cenderung menggigit pada siang hari saat siswa-siswi
aktif melakukan kegiatan belajar di kelas. Sehingga, hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan penyebaran penyakit demam berdarah dengue (Siti Maesaroh,
2022). Oleh karena itu, pendidikan kesehatan tentang pencegahan disekolah
merupakan langkah antisifatif terhadap penyebaran demam berdarah, upaya ini
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan di Kota Blitar bahwa usia antara 5-14
4
tahun merupakan usia dengan kasus demam berdarah dengue paling tinggi (Pius
Kopang Tokang dan Syahputra Artama, 2022).
Penelitian yang dilakukan oleh Isfanda dan Andri (2021) terdapat pengaruh
yang signifikan tehadap peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan
penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan DBD di sekolah dasar Negeri 56
Banda Aceh. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Dwi Aprilina Andriani
(2020) didapatkan hasil yaitu terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan anak usia sekolah siswa kelas dua SD Taman Sukaraya 1 dan 2
Kota Tangerang dengan media audio visual. Oleh karena itu, dalam upaya
pencegahan penularan DBD di sekolah, perlunya sosialisasi kepada para siswa
mengenai pengetahuan demam berdarah dengue (DBD) agar mereka mampu
berperan serta dalam upaya-upaya pencegahan demam berdarah. Semakin
tinggi pengetahuan siswa mengenai demam berdarah maka diharapkan motivasi
siswa dapat meningkat dalam melaksanakan tindakan PSN.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SDN Rancabuaya 1
Kecamatan Jambe Kabupaten Tangerang pada tanggal 21 Maret 2024 dengan
menggunakan teknik wawancara kepada 10 orang siswa. Didapatkan hasil 8
siswa belum mengetahui cara pencegahan demam berdarah dan 2 siswa hanya
mengetahui penyebab dari penyakit demam berdarah. Kemudian Kepala
Sekolah SDN Rancabuaya 1 mengatakan belum adanya pendidikan kesehatan
tentang demam berdarah kepada siswa-siswi di sekolah ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
pendidikan kesehatan dengan video animasi terhadap pengetahuan pencegahan
DBD di SDN Rancabuaya I Kecamatan Jambe Kabupaten Tangerang Banten
Tahun 2024.
SKR00735 | SKR/FK 2024 20217026 | Tersedia - Tidak Dapat Dipinjam |
Tidak tersedia versi lain