Text
Skripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Sukatani
Latar Belakang : Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu tantangan
kesehatan global yang mendesak saat ini. Penyakit ini disebabkan oleh virus
yang ditularkan kepada manusia melalui nyamuk vektor. Selain menjadi
penyebab utama kematian, DBD juga memiliki dampak ekonomi dan sosial
yang signifikan, mempengaruhi kehidupan penderitanya dan keluarganya
secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa komplikasi bisa
memperburuk kondisi kesehatan. Virus dengue ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang tersebar luas di daerah tropis.
Faktor risiko lokal, seperti curah hujan, suhu, dan pertumbuhan kota yang
tidak terkendali, mempengaruhi penyebaran penyakit ini di seluruh dunia
tropis. (Yuniati & Syafitri, 2023).
Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap menjadi tantangan kesehatan
global yang signifikan. Dalam beberapa dekade terakhir, tercatat sekitar 50
juta infeksi DBD, menyebabkan tingkat keparahan dan kematian yang besar
di seluruh dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Asia
Tenggara merupakan salah satu wilayah yang rentan terhadap DBD. Lima
negara dengan jumlah kasus terbanyak meliputi India, Indonesia, Myanmar,
Sri Lanka, dan Thailand. Di Asia Tenggara, jumlah kasus DBD mengalami
peningkatan sebesar 46% dari 451.442 kasus pada tahun 2019 menjadi
658.301 kasus, menunjukkan upaya meningkatkan manajemen kasus dan
mengurangi tingkat kematian (CFR) menjadi di bawah 0,5%.(Tuba et al.,
2023).
Antara 30% hingga 50% dari penderita demam berdarah dengue
dapat mengalami syok dan menghadapi risiko kematian. Komplikasi seperti
Sindrom Syok Dengue (DSS) dapat menyebabkan gangguan elektrolit
seperti hiponatremia, hipokalsemia, dan kelebihan cairan, yang dapat
2
mengarah pada gagal jantung kongestif atau edema paru-paru, kondisi
terakhir ini sering kali fatal. Pada anak-anak, tingkat kematian akibat
demam berdarah dengue dapat mencapai hingga 5%, bergantung pada
kualitas perawatan yang tersedia dan tepat yang diterima (Podung et al.,
2021).
Pengetahuan muncul setelah seseorang mengalami pengalaman atau
memperoleh informasi. Panca indra manusia, seperti indra penciuman, rasa,
dan raba, berfungsi untuk mendeteksi dan mengindra lingkungan
sekitarnya. Telinga dan mata adalah sumber utama informasi bagi manusia.
Pengetahuan memperluas pemahaman seseorang, memungkinkannya untuk
mengambil keputusan dengan lebih baik. Oleh karena itu, kemampuan
seseorang untuk bertindak sangat tergantung pada pengetahuan yang
dimilikinya. Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan memungkinkan
seseorang untuk memahami dan mengaplikasikan apa yang mereka ketahui
dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan membentuk perilaku yang lebih
berkelanjutan dibandingkan dengan perilaku yang didasarkan pada
pengalaman yang terbatas atau tanpa pengetahuan, seperti yang ditemukan
dalam pengalaman dan penelitian (Budiman; Riyanto, 2013).
Sikap adalah respons yang timbul ketika seseorang dihadapkan pada
stimulus tertentu. Pandangan seseorang terhadap suatu objek dapat
didefinisikan sebagai perasaan yang mendukung atau tidak mendukung
objek tersebut. Pandangan ini merupakan persiapan untuk merespons objek
tersebut dalam lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek
tersebut (Abelia Shandra Nabila, 2022).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2022,
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) telah mengalami peningkatan
dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Jumlah kasus yang dilaporkan
kepada WHO meningkat lebih dari 8 kali lipat dari 505.430 kasus pada
tahun 2000 menjadi 2,4 juta kasus pada tahun 2010, dan mencapai 5,2 juta
kasus pada tahun 2019. Antara tahun 2000 dan 2015, jumlah kematian yang
dilaporkan juga meningkat dari 960 menjadi 4.032 kasus. Kebanyakan
3
kematian terjadi pada populasi muda di negara-negara seperti Meksiko dan
Nikaragua. Wabah DBD telah menjadi masalah signifikan di beberapa
wilayah di seluruh dunia. Di daerah semi-perkotaan, pola penularan
penyakit ini meningkat. Tantangan utama dalam pengendalian penyakit ini
termasuk pembangunan kota yang tidak terencana, praktik penyimpanan air
yang kurang baik, dan kondisi sanitasi yang tidak memadai. Dikutip dalam
jurnal (Mahardika et al., 2023).
Menurut data yang dikumpulkan oleh Kementerian Riset Kesehatan
Dasar Republik Indonesia, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Indonesia pada tahun 2018 mencapai 65.602 kasus dengan 467 kematian,
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencatat 68.407 kasus
dan 493 kematian. Angka kesakitan DBD pada tahun 2018 juga mengalami
penurunan dari 26,10 kasus per 100.000 penduduk menjadi 24,75 kasus per
100.000 penduduk. Meskipun demikian, penurunan Case Fatality Rate
(CFR) dari tahun sebelumnya tidak signifikan. Provinsi dengan kasus DBD
tertinggi adalah Jawa Barat, dengan tingkat kejadian mencapai 17,94 kasus
per 100.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat tetap menjadi
salah satu dari dua puluh enam provinsi di Indonesia yang memiliki
prevalensi DBD yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Pada Januari 2024, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Provinsi Banten mencapai 1.619 kasus, yang meningkat menjadi 1.933
kasus pada bulan Februari 2024, dengan 13 kematian dilaporkan (Dinkes
Prov Banten, 2024). Selama periode yang sama, Dinas Kesehatan
Kabupaten Tangerang mencatat 1.200 kasus DBD sejak awal tahun 2024,
dengan 600 kasus tercatat pada bulan Januari dan 600 kasus tambahan pada
bulan Februari 2024. (Dinkes, 2024).
Penelitian yang dilakukan oleh (Kharismaka et al., 2023), hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara pengetahuan
masyarakat tentang 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur, dan Plus:
Menggunakan bubuk abate dan mengikuti program PSN) dan frekuensi
kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) (P < 0,05). Berdasarkan temuan ini,
4
pihak puskesmas dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan atau program
pencegahan DBD. Ini mencakup pemberian informasi tentang penggunaan
bubuk abate, distribusi pamflet, intensifikasi penyuluhan tentang Program
Sanitasi Lingkungan (PSN), serta edukasi masyarakat mengenai DBD dan
strategi pencegahannya.
Penelitian yang dilakukan oleh (Sugiarto, 2016), menemukan bahwa
51 dari total 74 responden (68,9%) memiliki pengetahuan yang memadai,
sementara 23 responden lainnya (31,1%) memiliki pengetahuan yang
kurang memadai. Lebih lanjut, sebanyak 52 responden (70,3%)
menunjukkan sikap yang positif terhadap pencegahan penyakit DBD,
sedangkan 22 responden lainnya (29,7%) menunjukkan sikap yang kurang
positif. Studi ini dilakukan di Desa Gla Dayah, Kecamatan Krueng Barona
Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dan menyoroti adanya korelasi antara tingkat
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan DBD.
Menurut data yang diambil dari profil Puskesmas Sukatani, jumlah
pasien yang didiagnosis DBD pada tahun 2024 dari Januari hingga Mei
mencapai 49 orang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
menyelidiki ""Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Dalam
Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Sukatani pada Tahun
2024"".
SKR00783 | SKR/FK 2024 20217178 | Tersedia - Tidak Dapat Dipinjam |
Tidak tersedia versi lain