Text
Skripsi Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Pra-Sekolah Dikecamatan Kalideres Jakarta Barat
Latar Belakang : Anak prasekolah, yang berusia antara 3-5 tahun, cenderung
memiliki imajinasi yang kuat dan percaya pada kekuatan mereka sendiri.
Pada tahap ini, mereka mulai mengembangkan kontrol atas fungsi tubuh
seperti mampu menggunakan toilet, berpakaian, dan makan secara mandiri
(Potts, 2012). Pertumbuhan fisik anak-anak prasekolah berlangsung stabil,
sementara aktivitas fisik meningkat dan keterampilan serta proses berpikir
terus berkembang. Salah satu tantangan umum yang dihadapi anak-anak
pada periode ini adalah masalah pengaturan buang air kecil dan buang air
besar (Rahayuningrum et al., 2023).
Menurut data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan
bahwa 5-7 juta anak di dunia mengalami enuresis atau mengompol dan
sekitar 15-25% terjadi pada anak-anak berusia 1-5 tahun. Menurut Chill
Development Insitute toilet training pada peneliti American Psychiatric
Assocation (2018) diketahui bahwa 10-20% anak usia 5 tahun, 5% anak usia
10 tahun, hampir 2% anak usia 12-14 tahun, dan 1% anak usia 18 tahun
masih mengompol (Sapitri et al., 2021).
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2016
melaporkan bahwa sekitar 30% anak usia 4 tahun, 10% anak usia 5 tahun,
dan 1% anak usia 18 tahun mengalami enuresis. Pada anak usia 5 tahun
tanpa pengosongan urine di siang hari, persentase kejadian enuresis
mencapai 20%. Setelah itu berkurang secara bertahap pada 15% anak
tersebut setiap tahunnya. Anak-anak dengan enuresis paling umum pada
usia 4-5 tahun dengan prevalensi 15% perempuan dan 18% laki-laki. Pada
usia 12 tahun, prevalensi enuresis menurun sebesar 4% perempuan dan 6%
laki-laki. Anak laki-laki memiliki kontrol urine yang lebih lambat daripada
anak perempuan. Lebih dari 10% anak usia 5 tahun mengompol di tempat
2
tidur setidaknya seminggu sekali dan 1% anak usia 15 tahun berhenti
mengompol pada usia 15 tahun (Jannah et al., 2023).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (2018) di perkirakan ada
23.279.583 anak balita berusia 0-4 tahun yang sulit mengontrol BAB dan
BAK sampai usia pra-sekolah mencapai 46 % anak dari jumlah balita yang
ada di Indonesia. Setiap tahun, fenomena ini terjadi variasi kenaikan dan
penurunan dalam tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia pra-
sekolah di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, anak-anak usia pra-
sekolah sering mengalami berbagai masalah kesehatan dan toilet training
menjadi salah satu masalah utama yang mereka hadapi pada periode ini
(Kameliawati et al., 2020).
Dengan berdasarkan data dari Indonesia, diperkirakan bahwa sekitar
30% dari total populasi 250 juta jiwa merupakan balita. Fenomena ini
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
tentang metode pelatihan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
bagi anak-anak. Berdasarkan profil anak usia dini (2023), persentase
penduduk menurut provinsi dan kelompok umur 0-6 tahun di Indonesia
diperkirakan 10,91 juta dan persentase penduduk provinsi DKI Jakarta
Persentase anak balita (1-4 tahun) diperkirakan 63,66 juta anak dan anak
usia pra-sekolah (5-6 tahun) diperkirakan 27,50 juta anak (Almeida et al.,
2023).
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2018, tingkat kemandirian anak prasekolah di negara-negara berkembang
dan maju adalah sebesar 53%, di mana mereka mandiri dan tidak bergantung
pada orang lain, sementara sekitar 90% masih bergantung pada orang tua.
Sekitar 38% dari anak-anak prasekolah sepenuhnya bergantung pada orang
tua atau pengasuh mereka, sementara 17% memiliki tingkat kemandirian
yang cukup. Pada tahun 2010, masalah kesehatan perkembangan anak
dilaporkan meliputi 54,03% dari total anak yang memiliki kemampuan
bersosialisasi dan kemandirian yang baik. Meskipun demikian, cakupan ini
masih di bawah target nasional sebesar 90% (Rahayuningrum et al., 2023).
3
Salah satu faktor yang bisa memengaruhi keberhasilan toilet
training anak adalah pola asuh. Ketika orang tua menggunakan pendekatan
yang otoriter, seperti sering menghukum atau memarahi anak, hal itu dapat
membuat anak merasa tidak nyaman dan akhirnya mengalami kegagalan
dalam toilet training. Keberhasilan anak dalam toilet training sering kali
terhambat oleh penguatan negatif, di mana hukuman lebih sering ditekankan
daripada memberikan pujian, sehingga anak mengalami kesulitan dalam
proses buang air. Salah satu metode pelatihan yang direkomendasikan untuk
orang tua dalam mencegah enuresis adalah dengan memberikan pelatihan
toilet training yang tepat kepada anak-anak mereka (Yulfitri et al., 2022).
Selain itu, enuresis atau mengompol dan buang air besar yang tidak
disengaja pada anak sering disebabkan oleh keterlambatan dalam proses
pematangan, terutama dalam konteks gangguan tidur. Enuresis pada anak
dapat berdampak pada kualitas hidup mereka, seperti rendahnya rasa
percaya diri yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian. Faktor
lain yang dapat menyebabkan enuresis adalah kurangnya toilet training
yang sesuai (Nupus et al., 2023).
Salah satu kendala yang sering terjadi dalam perkembangan anak
prasekolah adalah toilet training. Orang tua perlu memperhatikan aspek ini
dalam perkembangan anak prasekolah, terutama terkait dengan buang air
besar dan kecil atau toilet training. Meskipun pelatihan ini umumnya
dimulai pada usia dini, namun perkembangannya dapat diamati pada anak
prasekolah karena pada usia 3 tahun ke atas, anak-anak mulai bisa
mengontrol kandung kemih mereka (Lestari et al., 2020).
Pada usia anak 3-6 tahun, sudah waktu yang tepat untuk memulai
toilet training pada anak. Pada masa ini, anak telah mencapai tingkat
kesiapan fisik, psikologis dan intelektual yang cukup untuk menerima
pelatihan toilet. Mereka sudah mampu mengontrol tubuhnya,
mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi dengan baik.
Usia prasekolah ini sangat penting dalam perkembangan anak, di mana
mereka mulai mengalami kemajuan kognitif dan belajar untuk mandiri
4
dalam melakukan berbagai aktivitas. Kegagalan dalam proses ini dapat
berdampak negatif pada perkembangan anak di masa mendatang. Oleh
karena itu, salah satu kemandirian yang harus dicapai oleh anak prasekolah
adalah mampu berlatih melakukan toilet training (Nupus et al., 2023).
Salah satu cara meningkatkan keberhasilan toilet training adalah
dengan memahami perilaku yang tepat selama proses tersebut. Ini termasuk
menghindari memberlakukan aturan yang ketat kepada anak, menghindari
menegur atau menghukum anak saat berlatih toilet training, serta selalu
memberikan pujian atau reward ketika anak berhasil melakukannya dengan
baik. Penting juga bagi orang tua untuk tetap konsisten dalam melakukan
toilet training. Berbagai kegiatan seperti penyuluhan, demonstrasi, dan
memberikan dorongan kepada ibu dapat membantu meningkatkan
keberhasilan toilet training anak. Mengingat anak prasekolah cenderung
meniru perilaku orang tua, keterlambatan dalam toilet training dapat diatasi
melalui pelatihan yang efektif dan positif.
Penerapan metode pengajaran atau aturan toilet training yang efektif
oleh ibu atau orang tua akan membawa dampak positif bagi anak, khususnya
dalam mengembangkan kemandirian mereka dalam menjaga kebersihan
pribadi terutama terkait dengan buang air besar dan kecil. Semakin baik pola
pengasuhan yang diberi oleh orang tua atau ibu terhadap toilet training
anak, semakin besar pula dampak positifnya terhadap kemandirian anak
dalam proses tersebut (Devega, 2022).
Menurut penelitian oleh Nufus (2023) “ Hubungan Pola Asuh Orang
Tua Demokratis,Otoriter, Dan Permisif Dengan Keberhasilan toilet training
Pada Anak Usia Pra-sekolah Di Desa Kayu Agung Kecamatan Sepatan”
menunjukkan hasil pola asuh demokratis 181 (82,3), otoriter 21 (9,5%),
permisif 18 (8,2%), keberhasilan toilet training 160 (72,7) dan tidak berhasil
60 (27,3). Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan
antara pola asuh demokratis dengan keberhasilan toilet training dengan
hasil p-value 0,029 ≤ 0,05. Kemudian tidak terdapat hubungan antara pola
asuh otoriter dan pola asuh permisif dengan keberhasilan toilet training
5
dengan hasil p-value≥ 0,05. Dari ketiga pola asuh yang memiliki hubungan
dengan keberhasilan toilet training di Desa Kayu Agung Kecamatan
Sepatan ialah pola asuh demokratis.
Dari hasil studi pendahuluan di RA-Al ishlah secara langsung pada
tanggal 10 Maret 2024 kepada 10 orang ibu yang mempunyai anak usia pra-
sekolah (3-6 tahun), didapatkan hasil 8 ibu yang mempunyai anak usia 3
dan 4 tahun diperoleh hasil 8 ibu tersebut mengatakan bahwa mereka belum
mengetahui tentang kesiapan anak untuk menerima pembelajaran cara BAB
dan BAK anak dengan baik dan anak yang masih sering mengompol pada
malam hari dan masih menggunakan pampers sekali pakai. Sedangkan 2 ibu
mengatakan bahwa mereka sudah bisa memahami kapan anak mereka siap
untuk diberikan pembelajaran BAB dan BAK yang baik. Anak yang masih
mengompol di dominasi oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dari itu penulis tertarik
melakukan penelitian tentang “ Hubungan pola asuh orang tua terhadap
keberhasilan toilet training pada anak usia pra-sekolah di RA-Al Ishlah
Kecamatan Kalideres Jakarta Barat “.
SKR00785 | SKR/FK 2024 20217183 | Tersedia - Tidak Dapat Dipinjam |
Tidak tersedia versi lain